Minggu, 13 September 2009


Proses pembuatan keris sangatlah rumit, seorang empu jaman dahulu bertapa dulu untuk mendapatkan bahan yang bagus untuk membuat keris tetapi untuk empu sekarang cukup mencari tiga bahan logam besi, nikel, dan baja yang mutunya juga bagus.
Besi yang digunakan adalah jenis besi putih, kandungan atau kadar karbonnya rendah, ini pun harus dibersihkan dari bahan-bahan yang lain. Cara membersihkan disebut membesut.
Sebilah keris memerlukan besi seberat 15 kg setelah dibesut tinggal 8 kg.
Nikel, logam ini untuk bahan pamor. Warnanya putih kebiru-biruan. Sifatnya keras dan mudah kusam. Nikel dijual dalam bentuk batangan, lempengan dan kawat. Untuk sebilah keris
memerlukan nikel kurang lebih 1 ons. Baja diperlukan sebagai penguat bilah keris. Selain itu juga untuk membuat bagian bilah yang tajam. Baja yang baik untuk keris adalah baja yang bersifat ulet. Sebuah keris memerlukan baja 1 kg. Setelah semua bahan dan alat disiapkan, proses pembuatan keris dapat dimulai. Tahap pengerjaan awal adalah dengan membesut, caranya membakar besi sampai membara. Penempaan dilakukan pada waktu masih membara. Pembakaran dan penempaan berulang ulang sehingga besi menjadi bersih dari bahan lainnya. Setelah selesai dibesut, dipotong menjadi dua bagian sama panjang. Nikel ditempa tipis kira-kira setebal 1 mm, selanjutnya nikel diletakkan di tengah potongan besi besutan, kemudian diikat
dengan kawat. Bendelan bahan ini dibakar lagi dan ditempa hingga lengket menjadi satu. Hasilnya berupa lapisan pamor yang pertama, kemudian diulang hingga 32 lapisan pamor, selanjutnya lapisan pamor dipotong menjadi 2 bagian.
Tahap berikutnya menempa baja seberat 1 kg sehingga menjadi pipih setebal 5 mm ditaruh ditengah antara dua potongan pamor dibuat kedokan, bakalan keris ini belum jelas dapur/bentuk yang dikehendaki keris lurus atau berkelok.

Tahap berikutnya menghaluskan keris dari bekas tempa dan kikiran. Selanjutnya pekerjaan terakhir adalah menyepuh dengan cara membakar besi terakhir sampai membara, lalu dimasukkan ke dalam bak air dingin, perendaman kira-kira 24 jam. Bilah keris yang baru dibuat perlu diwarangi/dijamasi kemudian dibuatkan warangkanya agar keris tidak mudah karat/rusak.

Sabtu, 04 Juli 2009

Kasunanan Surakarta

Berdirinya Karaton Kasunanan Surakarta.

Sejarah Karaton Kasunanan tidak lepas dan peran Paku Buwono II dan keadaan Karaton Kartasura yang saat itu mengalami kekacauan (1678-1745), karena diangkatnya Raja Amangkurat II. Dalam makalah Menelusuri berdirinya Kota Solo karya Radjiman (1985: 2) disebutkan bahwa masa pemerintahan Paku Buwono II (1727-1749) terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh RM Gurendi. Pemberontakan itu menyebabkan raja PB II melarikan diri keluar kota. Saat perjalanan tersebut ia beristirahat di daerah Laweyan dan berpesan kalau kelak mangkat agar dimakamkan di Laweyan. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Ponorogo, dengan berhenti di Gunung Lawu.

Tahun 1743, ketika PB II kembali dan pelariannya, ia melihat istana Kartasura mengalami rusak berat akibat pemberontakan Cina. Maka ia diperintahkan Adipati Pringgoloyo dan Adipati Sindurejo untuk mencari tempat yang baik untuk membangun istana. Pencariian tempat itu diikuti pula oleh Mayor Hogendorp, ahli nujum Tumenggung Honggowongso, RT Pusponegoro dan RT Mangkuyudo.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya rombongan tersebut merencanakan tiga tempat, yaitu:

· Desa Kadipolo. Daerah ini sangat rata, tanah subur. Semua abdi dalem setuju dengan. lokasi itu, tetapi para ahli nujum tidak sepakat. Alasannya meski nantinya kerajaan dapat adil dan makmur namun kerajaan cepat rusak dan banyak perang saudara.

· Desa Sala. Menurut Tumenggung Honggowongso walaupun daerahnya penuh rawa, namun sangat baik untuk pusat kerajaan, sebab nantinya akan menjadi kerajaan besar, panjang umur, aman, makmur dan tidak ada perang. Namun Mayor Hogendorp tidak sepakat dengan Tumenggung Honggowongso.

· Desa Sonosewu. Daerahnya rata, namun Tumenggung Honggowongso menilai tempat itu kurang cocok sebab kerajaan akan berumur pendek.

Setelah mendapatkan tiga tempat tersebut, para utusan melaporkan hasil pencariannya ke Raja PB II yang langsung menetapkan Desa Sala menjadi pusat kerajaan. Setelah menetapkan tempatnya lalu kembali mengirim utusan, yaitu Pangeran Wijil dan abdi dalem Suronoto, untuk mencari tempat yang baik membangun istana. Para abdi dalem tersebut menemukan “Dhusun Tolowangi”, yaitu daerah yang berada di sebelah timur Desa Sala (sekarang kawasan Yosodipuran dan Wiropaten). Di tengah pencarian itu Pangeran Wijil bermimpi bahwa utusan karaton hams menemui Kyai Gedhe Sala, yaitu Kepala tanah perdikan Desa Sala.

Selesai menemui Kyai Gedhe Sala, utusan kembali kepada PB II untuk melaporkan hasilnya serta menyampaikan pesan dari Kyai Gedhe Sala tentang pergantian tanah tersebut. PB II mengganti tanah yang diminta Kyai Gedhe Sala sebesar 10.000 ringgit. Ketika Karaton mulai dibangun, diadakan berbagai acara yang dilengkapi ubarampe sebagai tradisi sejak berada di Kartasura, dan dibawa ke Sala. Kepindahan Karaton Kartasura ke Desa Sala dilakukan pada hari Rabu Pahing 17 Sura Je dengan candra sengkala Kembuling Pujo Ariyarso Ing Ratu atau 1670 Jawa atau 14 Februari 1745 Masehi, yang hingga kini diperingati sebagai hari kelahiran Kota Solo. Setelah perpindahan karaton tersebut, muncul banyak upacara adat yang hingga saat ini masih dipertahankan sebagai bentuk tradisi, baik oleh pihak karaton maupun masyarakat luas.


Kamis, 02 Juli 2009

japanes cosmology

Philosophy Semar in Javanese Society

Semar in Javanese (Java philosophy) referred as Badranaya. Bebadra is Develop; Build the medium from base, Naya or Nayaka is the infinite courier. Its Meaning: bringing is nature of developing and executing god command for the shake of human being prosperity

Javanologi: Semar is Vague smile, and Literal: The indicative Mean the Life.

Semar don’t man or woman, its right hand go to the and its left hand is rearward. Its meaning: "As person of figure semar will tell the symbol The Single of The most". Its Left hand medium have a meaning" surrendering absolute and total and also at the same time sympathetic neutral science symbol but".

Semar residence as chief of village Karangdempel (Karang is barren, dempel a soul or head) firmness.

Semar hair "kuncung" (jarwadasa java ancient) its meaning will tell the: confessing of the kuncung as steward personality. Semar as steward incarnation serve the people, selfless, to execute the religious service do a good deed as according to God like polite.

Semar walk to face go to the its meaning: "on the way human being child its materialization is he give the byword so that always look into go to the God which is enamoured the most and also people humane".

Cloth of Semar Parangkusumorojo: materialization Dewonggowantah (to the lead human being) so that memayuhayuning bawono: strightened of justice and justification under the sun.

Distinguish the buttonhole semar is:

Semar Berkuncung of like childish, but also have face to very old

The laughing of Semar is always terminated by the weep tone

Semar of have Face to eye weep but its mouth is laughed

Semar have profile to stand up at the same time cringe the

Semar have never ordered but give the consequence to the it’s advise

Java Culture have borne the religi in the form of trust to God which Single The most, that is existence of form of figure of puppets Semar, far before entry of Hindu culture, Budha and Islam in Java Island.

Circle of Spiritual Java, Figure of Puppets Semar is in the reality looked into by non as historical fact, but rather have the character of the mythology and symbolis of about To singleness, that is: An device from personification exspresi, perception and congeniality of about God showing at conception spiritual. This congeniality is not other only an strong evidence that Javanese of since prehistoric era is Religius and believing in God which The most Is Single.

Than this figure Semar puppets will be able to be pared , understood and involved until where form religi which have been borne by Java culture .

Semar occult epitomizing ngelmu-kasampurnaning extract.

Draw the the calligraphy java have a meaning of the :

Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika. meaning "independence of head and soul", its intention in a state is not colonized by atmosphere Iust and worldliness, in expection of mortally perfection do not be smirched by sin. Human being real Java in cleaning soul and head (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) its meaning: "in testing ethic kindness seriously will be able to control and instruct the atmosphere Iust to become an strength go to the perfection live reality

(disadur dari http://www.indospiritual.com/artikel_makna-filosofi-semar.html)