Sabtu, 04 Juli 2009

Kasunanan Surakarta

Berdirinya Karaton Kasunanan Surakarta.

Sejarah Karaton Kasunanan tidak lepas dan peran Paku Buwono II dan keadaan Karaton Kartasura yang saat itu mengalami kekacauan (1678-1745), karena diangkatnya Raja Amangkurat II. Dalam makalah Menelusuri berdirinya Kota Solo karya Radjiman (1985: 2) disebutkan bahwa masa pemerintahan Paku Buwono II (1727-1749) terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh RM Gurendi. Pemberontakan itu menyebabkan raja PB II melarikan diri keluar kota. Saat perjalanan tersebut ia beristirahat di daerah Laweyan dan berpesan kalau kelak mangkat agar dimakamkan di Laweyan. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Ponorogo, dengan berhenti di Gunung Lawu.

Tahun 1743, ketika PB II kembali dan pelariannya, ia melihat istana Kartasura mengalami rusak berat akibat pemberontakan Cina. Maka ia diperintahkan Adipati Pringgoloyo dan Adipati Sindurejo untuk mencari tempat yang baik untuk membangun istana. Pencariian tempat itu diikuti pula oleh Mayor Hogendorp, ahli nujum Tumenggung Honggowongso, RT Pusponegoro dan RT Mangkuyudo.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya rombongan tersebut merencanakan tiga tempat, yaitu:

· Desa Kadipolo. Daerah ini sangat rata, tanah subur. Semua abdi dalem setuju dengan. lokasi itu, tetapi para ahli nujum tidak sepakat. Alasannya meski nantinya kerajaan dapat adil dan makmur namun kerajaan cepat rusak dan banyak perang saudara.

· Desa Sala. Menurut Tumenggung Honggowongso walaupun daerahnya penuh rawa, namun sangat baik untuk pusat kerajaan, sebab nantinya akan menjadi kerajaan besar, panjang umur, aman, makmur dan tidak ada perang. Namun Mayor Hogendorp tidak sepakat dengan Tumenggung Honggowongso.

· Desa Sonosewu. Daerahnya rata, namun Tumenggung Honggowongso menilai tempat itu kurang cocok sebab kerajaan akan berumur pendek.

Setelah mendapatkan tiga tempat tersebut, para utusan melaporkan hasil pencariannya ke Raja PB II yang langsung menetapkan Desa Sala menjadi pusat kerajaan. Setelah menetapkan tempatnya lalu kembali mengirim utusan, yaitu Pangeran Wijil dan abdi dalem Suronoto, untuk mencari tempat yang baik membangun istana. Para abdi dalem tersebut menemukan “Dhusun Tolowangi”, yaitu daerah yang berada di sebelah timur Desa Sala (sekarang kawasan Yosodipuran dan Wiropaten). Di tengah pencarian itu Pangeran Wijil bermimpi bahwa utusan karaton hams menemui Kyai Gedhe Sala, yaitu Kepala tanah perdikan Desa Sala.

Selesai menemui Kyai Gedhe Sala, utusan kembali kepada PB II untuk melaporkan hasilnya serta menyampaikan pesan dari Kyai Gedhe Sala tentang pergantian tanah tersebut. PB II mengganti tanah yang diminta Kyai Gedhe Sala sebesar 10.000 ringgit. Ketika Karaton mulai dibangun, diadakan berbagai acara yang dilengkapi ubarampe sebagai tradisi sejak berada di Kartasura, dan dibawa ke Sala. Kepindahan Karaton Kartasura ke Desa Sala dilakukan pada hari Rabu Pahing 17 Sura Je dengan candra sengkala Kembuling Pujo Ariyarso Ing Ratu atau 1670 Jawa atau 14 Februari 1745 Masehi, yang hingga kini diperingati sebagai hari kelahiran Kota Solo. Setelah perpindahan karaton tersebut, muncul banyak upacara adat yang hingga saat ini masih dipertahankan sebagai bentuk tradisi, baik oleh pihak karaton maupun masyarakat luas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar